Rabu, 18 Juli 2012

LSM Reformasi : BPN Sumut Tidak Becus Urus Tanah Rakyat


Menurut Rahman Ginting Ketua LSM Reformasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak becus mengurus tanah rakyat karena banyaknya kasus-kasus pertanahan di Sumatera Utara  yang tidak selesai.

“BPN harus benar-benar menciptakan keadilan rakyat, bukannya menjadi musuh rakyat. BPN harus intropeksi terhadap kinerja yang dilakukan selama ini. Apabila BPN tidak berubah, rakyat yang akan membubarkan BPN,” ujarnya .

Menurut dia, banyak yang harus berkaca dan bukan hanya BPN saja yang harus melakukan intropeksi, kepolisian juga harus mampu menegakkan keadilan dan hukum. Saat ini, tuturnya, polisi banyak bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang merugikan rakyat. “Polisi membantu perusahaan untuk melakukan penggusuran dan perampasan tanah dengan tindakan kekerasan kepada rakyat. Rakyat akan

bergerak dan segera bertindak apabila tanah atas haknya tidak dikembalikan,” tandasnya.
Lihat kasus penggusuran dan perampasan tanah milik rakyat Labuhanbatu Selatan oleh PT. Asam Jawa. Tanah seluas 2.375 hektare yang telah digarap oleh rakyat diambil secara paksa dan dijadikan perkebunan kelapa sawit

“Saya diculik sekitar pukul 5 pagi, diinjak-injak oleh Komando Rakyat Militer (Koramil) dan saya ditahan di Kodim Rantauparapat selama 9 hari. Secara terus menerus saya disiksa yang menyebabkan saya terkena inveksi tulang dan akhirnya kaki kiri saya diamputasi. Saya hanya berusaha mempertahankan tanah yang menjadi milik warga,” ujar Lasio, selaku ketua RT.

Menurut dia, BPN lebih memihak PT. Asam Jawa dengan mengeluarkan sertifikat HGU kepada PT. Asam Jawa No. 2 Pangarungan seluas 1079 hektare dan No. 3 Pangarungan dengan luas 2.940 hektare, Surat Menteri Dalam Negeri 07/HGU/1986/1 Oktober 1986. BPN mengeluarkan sertifikat dengan alasan tanah yang digarap rakyat tersebut menurut data yuridisnya dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Riau sedangkan tanah tersebut berada di Pemerintah Provinsi Sumatra Utara sehingga kepemilikannya tidak masuk akal.

Sedangkan menurut Kelompok Tani Rakyat Makmur Labuhanbatu Selatan, dulunya tanah tersebut masuk dalam kawasan Pemerintahan Provinsi Sumatra Utara, tetapi tahun 1986 PT. Asam Jawa dan Dinas Kehutanan merintis tapal batas yang akan menjadikan tanah tersebut masuk kedalam pemerintahan provinsi Sumatra Utara yang dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui masyarakat.

Kelompok Tani Rakyat Makmur Labuhanbatu Selatan telah melaporkan kejadian ini kepada DPRD setempat tetapi belum direspon. Mereka juga telah melakukan unjuk rasa ke BPN dan Gubernur juga tidak memberikan hasil.
DPRD Sumut menyusun agenda untuk mengadakan rapat mengenai masalah tanah di Labuhanbatu Selatan dengan memanggil Gubernur, kepala BPN, PT. Asam Jawa, Pemerintah Riau dan Dinas Kehutanan. ” HGU tersebut harus dicabut dan diserahkan kembali kepada rakyat yang merupakan hak atas tanah tersebut,” 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar