Awalnya Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII).
Kartosuwiryo Memulai karirnya di Serikat Dagang Islam (SDI), lalu
melanjutkannya di Serikat Islam (SI), setelah itu mengikuti Partai
Islam Indonesia (PII), Masyumi, baru akhirnya membentuk DI/TII.
Perjalanan Kartosuwiryo untuk membentuk DI/TII itu bukanlah sesuatu yang
instan dan terjadi begitu saja. Dia bukannya bangun dari tidurnya
disuatu pagi dan langsung berpikir, ”Aku akan membentuk negara Islam!”,
melainkan hasil dari pemikiran dan pertimbangan beliau yang menyatukan
antara otak cerdasnya dan pemahaman agamanya yang memang dalam.
Upaya penumpasan SM Kartosuwiryo dengan operasi militer yang disebut
Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni
1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung
Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati
16 Agustus 1962.
Salah satu kata-katanya yang terkenal ketika Mahkamah Agung (Mahadper)
menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada
presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya
dibatalkan, Namun dengan sikap ksatria ia menjawab,” Saya tidak akan
pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno”.
Gerakan Kartosuwiryo bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara
teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya
bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum
Islam”, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara
berdasarkan Islam”. Tentunya, cita-cita Kartosuwiryo bertentangan
dengan bangsa kondisi Indonesia yang hiterogin terdiri dari berbagai
macam suku bangsa, dan menganut berbagai agama dan kepercayaan.
Bagaimana dengan sosok dan kepribadian Kartosuwiryo sendiri? Postur
tubuh Kartosuwiryo sedang, rambutnya ikal, dan bicaranya pelan tapi
jelas. Tidak banyak bicara. Apabila berjalan menundukkan kepala, tenang
tanpa gaya. Kartosuwiryo juga digambarkan sebagai tokoh yang tak haus
kekuasaan. Buktinya, pada pembentukan Kabinet Amir Syarifuddin pada 13
Juli 1947, dia pernah ditawari jabatan wakil menteri pertahanan oleh
pemerintah RI. Namun itu ditolaknya, malah ia lebih memilih melanjutkan
perjuangan mengenyahkan Belanda dengan bergerilya di hutan-hutan
Gerakan DI/TII yang Lain
- Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai komandan pertemburan Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia. Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
- DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah,
pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah
yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di
Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang
pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai
bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo.
Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi
militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah
pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
- DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan
(KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar
menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya
lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di
bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka
yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil
kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan
Nasional (CTN).
Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium
VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan
dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar
Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan
menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7
Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh
pasukan TNI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar